Tangkapan layar konferensi pers. (The SMERU Research Institute/Edited by HerStory)
The SMERU Research Institute (SMERU) hari ini menggelar diskusi untuk membicarakan opsi-opsi solusi berjangka guna memastikan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tengah isu defisit, ketimpangan fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan, serta pandemi Covid-19.
Berbagai strategi diupayakan oleh Pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kesehatan) untuk memastikan pembiayaan JKN yang berkelanjutan. Misalnya, pada awal bulan Juli 2020, BPJS menaikkan kembali tarif JKN untuk 13 juta peserta mandiri Kelas I dan Kelas II atau 6% dari total seluruh peserta BPJS. Sedangkan kenaikan tarif untuk 21 juta peserta kelas III baru akan diberlakukan pada Januari 2021.
Menurut Widjajanti Isdijoso, Direktur The SMERU Research Institute mengatakan bahwa upaya yang dilakukan saat ini masih belum optimal dan berjalan dengan baik.
“Namun upaya tersebut belum optimal untuk mengatasi permasalahan pembiayaan program JKN,” ujar Widjajanti pada acara konferensi pers virtual bertema “Menjamin "Kesehatan" Jaminan Kesehatan Nasional”, Selasa, (20/10).
Pemanfaatan pajak dosa yang bersumber dari cukai tembakau, alkohol, dan konsumsi lainnya untuk pembiayaan program JKN menjadi salah satu solusi perbaikan tercepat. Menurut Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini mengatakan bahwa solusi pemanfaatan penerapan sin tax bisa dilakukan di Indonesia seperti di negara Filiphina dan Australia.
“Sin Tax Law (STL) di Filipina berhasil mereformasi earmarking terhadap produk tembakau dan alkohol untuk mempromosikan kesehatan dan memperluas cakupan peserta asuransi PhilHealth. Di Australia, earmarked tax pada tembakau digunakan untuk membiayai promosi pelayanan kesehatan di Victoria (VicHealth), Australia Barat (Healthway), dan Australia Selatan (Foundation SA),” jelas Didik.
Selanjutnya, Ketua InaHEA dan Penasihat Kebijakan Think Well Global Prof. dr. Hasbullah Thabrany mencoba menjelaskan mengenai implementasi prinsip farmakoekonomi. Terlepas dari sumber pembiayaan, keberlangsungan program JKN juga dipengaruhi oleh efisiensi penggunaan dana yang tersedia.
Pemilihan intervensi yang tepat dalam perawatan dan pengobatan pasien peserta JKN menjadi kunci untuk menjaga kran pembiayaan kesehatan. Terlebih semakin banyak masyarakat yang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan pada era JKN ini.
“Dalam jangka menengah, pemilihan obat-obatan yang efektif dan efisien untuk menghemat pengeluaran JKN dapat menggunakan prinsip farmakoekonomi. Prinsip ini merujuk pada perhitungan teliti atas manfaat dan biaya penggunaan suatu obat berdasarkan hasil uji klinis yang akurat.”
“Sebagai contoh, penggunaan farmakoekonomi digunakan untuk menilai obat infeksi yang paling efektif dengan harga yang paling rendah untuk dimasukkan ke dalam e-katalog JKN, seperti perbandingan Ciproxin 500 mg sebagai obat paten dan Siprofloksasin 500 mg sebagai obat generik” lanjut Prof. dr. Hasbullah Thabrany.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.