Menu

Kelola Penyakit Tidak Menular, Kemenkes Keluarkan Kebijakan agar Penderita Bisa Hidup Lebih Lama, Seperti Apa?

24 Februari 2023 20:03 WIB

Ilustrasi memeriksa tekanan darah. (Pixabay/Steve Buissinne)

HerStory, Jakarta —

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi menjadi salah satu permasalahan yang harus diperhatikan. Pasalnya, hingga satu dekade ini jumlah penderita hipertensi masih belum berkurang.

Padahal, ada risiko berbahaya akibat penyakit ini antara lain risiko kesakitan, komplikasi, bahkan risiko kematian dini, antara lain dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian terapi obat rutin ketika sudah diperlukan.

Sebagai upaya pengelolaan PTM ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan, yaitu:

  • Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)

  • Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu PTM

  • Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui peningkatan sumber daya tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas

  • Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik

  • Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan

Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi ini harus dimulai dari peningkatan kesadaran dan perubahan pola hidup sehat dalam masyarakat.

Oleh karena itu, Kemenkes mendorong fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, untuk melakukan pencegahan primer yaitu dengan melangsungkan promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tak merokok.

Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. 

Sementara pencegahan tersier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tersier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung.

“Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tersier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup,” ujar dr. Djoko Wibisono, selaku Sp.PD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH, di Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Untuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi, sangat sederhana, yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter. Hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sama atau lebih dari 140/90 mmHg.

Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat.

Oleh karena itu, dr. Djoko menegaskan bahwa pelayanan kesehatan harus memadai agar masyarakat mendapatkan kemudahan  akses untuk mendeteksi atau monitoring tekanan darah.

“Jika mampu membeli tensimeter sendiri untuk memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun yang paling penting adalah meningkatkan perilaku hidup sehat. Akhir kata, cegah dan kendalikan hipertensi untuk hidup sehat lebih lama,” tandasnya.

Artikel Pilihan