Ilustrasi orang menggunakan media sosial. (Unsplash/Kate Torline)
Di zaman sekarang, rasanya hampir tak mungkin melewati hari tanpa menyentuh ponsel, membuka WhatsApp, scrolling Instagram, atau menonton video di TikTok, sudah jadi rutinitas yang sulit dilewatkan. Fenomena tersebut menunjukkan jika internet dan media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, baik untuk bekerja, belajar, bahkan mengurus rumah tangga.
"Di era perkembangan teknologi, internet dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi perempuan maupun anak. Selama ini kita pasti menyadari bagaimana teknologi bisa memudahkan semua pekerjaan, termasuk rumah tangga," tutur Dr. Ir. Bonifasius Wahyu Pudjianto, M.T sebagai Kepala Badan Pengembangan SDM Komunikasi dan Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital dikutip Warta Ekonomi dari diskusi dengan tema Strategi Perempuan Indonesia Memanfaatkan Digitalisasi untuk Efisiensi.
Lebih lanjut, Bonifasius menjelaskan jika perempuan Indonesia memanfaatkan teknologi dengan tepat pasti perannya sangat strategis dalam menggerakkan roda ekonomi digital. Tapi di balik, banyaknya kemudahan yang diberikan teknologi, perempuan harus hati-hati terhadap ancamannya.
"Sebagai pengguna internet dan sosial media, Kita harus punya tanggung jawab. Semua orang menggunakan tiktok instagram, bahkan aplikasi wa. di balik kemudahan itu, pasti ada manfaat ada tantangan juga risiko. Nah, Perempuan dan anak anak menjadi kelompok yang cukup rentang," tutur Bonifasius.
Bicara soal risiko di ruang digital, ternyata banyak perempuan dan anak-anak Indonesia menjadi korbannya. Bahkan dari 212 juta pengguna internet di Indonesia, sekitar 143 juta aktif di media sosial. Itu artinya lebih dari setengah penduduk Indonesia hidup dan berinteraksi di dunia maya. Tapi sayangnya dunia maya tidak selalu ramah. Komnas Perempuan mencatat 1.791 kasus kekerasan berbasis gender online, dan itu hanya yang dilaporkan. KPAI juga menemukan 431 kasus eksploitasi anak sepanjang 2021–2023.
"Mulai dari kekerasan berbasis gender online, perundungan cyber, phishing, penipuan online, pencurian identitas. Mengutip dari data komnas perempuan ada 1791 ada kekerasan berbasis gender online, total angka ini hanya yang dilaporkan, saya khawatir ada masih banyak yang tidak melaporkan," jelas Bonifasius.
"Sementara menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, terdapat 431 kasus eksploitasi anak dalam rentang 2021-2023," tambahnya lagi.
Bonifasius pun menegaskan Inilah bagaimana literasi digital sangat penting agar masyarakat bisa tahu cara bersikap di internet, mengenali tanda bahaya di ruang digital, hingga melindungi diri dan keluarga dari risiko yang tersembunyi di balik layar.
"Data-data tersebut menunjukan keamanan perempuan dan anak tak boleh diabaikan. Maka penting sekali untuk adanya literasi digital agar bisa mempelajari etika berinternet hingga aturan digital," tutur Bonifasius.
Melihat pentingnya literasi digital, langkah nyata pun dihadirkan oleh pemerintah melalui Komdigi yang baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Perlindungan Anak. Regulasi ini mengatur penyaringan konten, perlindungan data pribadi, hingga memastikan ruang digital lebih aman, khususnya untuk anak-anak dan perempuan.
Melalui diskusi, Komdigi berharap para perempuan bukan hanya bisa mengetahui tantangan di ruang digital saja, tapi juga mengajak para perempuan memiliki kekuatan besar dalam dunia digital. Dengan literasi digital, perempuan diharapkan bisa mengelola keuangan rumah tangga, membuka bisnis kecil dari rumah, bahkan membangun komunitas daring yang menginspirasi ribuan orang.
Lebih lanjut, Komdigi pun percaya jika digitalisasi bukan hanya sebuah pilihan melainkan kebutuhan. Dengan digitalisasi bisa jadi pintu untuk menerapkan efisiensi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari ara belanja, berjualan, promosi produk, hingga membangun usaha tanpa harus meninggalkan rumah. Dengan pendekatan yang tepat, perempuan bisa mengambil posisi sebagai pelaku utama ekonomi digital, bukan hanya penonton. Komdigi menaruh harapan besar agar perempuan bukan hanya terlindungi, tapi juga terdorong untuk memanfaatkan teknologi dengan efektif dan efisien.