Ilustrasi victim blaming pada korban kekerasan seksual (Sumber/The Jakarta Post)
Korban kekerasan seksual sering dipersalahkan karena gak melawan, berteriak atau lari saat mengalami kekerasan, padahal saat itu mereka masih mengalami tonic immobility.
“Konsep ini penting untuk kita pahami agar kita tidak dengan mudah menganggap bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada korban adalah aktivitas seksual ‘suka sama suka’ karena menganggap korban tidak melawan, berteriak, berlari ataupun melaporkan saat kejadian,” ungkap Dian Rishita Dewi, selaku psikoterapis sekaligus Co-Founder Remedi Indonesia, dalam keterangan pers yang diterima HerStory, Rabu (3/5/2023).
Kondisi menyalahkan korban sering terjadi ketika ada kasus kekerasan seksual. Hal ini terjadi karena korban dianggap memprovokasi atau menyebabkan kekerasan seksual terjadi melalui tindakan, kata-kata, ataupun sesederhana pakaian yang dikenakan yang dianggap “mengundang”.
Kondisi tersebut dapat berdampak internal yaitu korban menyalahkan dirinya sendiri atau self-blaming sehingga berujung tidak mengadukan kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya.
Pada jangka panjang, hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental seseorang dan bagaimana korban bersikap secara sadar maupun tidak sadar pada lingkungan sosialnya.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.
Share Artikel: