RS Abdi Waluyo (istimewa)
Pada pasien dengan UC, mempunyai tendensi 6 kali lebih besar berisiko komplikasi menjadi kanker kolorektal dibanding dengan penyakit radang usus lainnya. Namun, hanya 5% kasus UC berat yang menjadi kanker kolorektal.
dr. Roswin R.D., MARS, Chief Executive Officer RS Abdi Waluyo mengatakan RS Abdi Waluyo berkomitmen terhadap kesehatan pasien dengan meningkatkan kesadaran pasien terkait IBD di Indonesia, menyediakan akses bagi pengobatan IBD serta bermitra dengan asosiasi medis untuk meningkatkan pengetahuan, diagnostik, dan tatalaksana IBD.
"Tahun ini temanya IBD Has No Borders, menekankan perlunya akses pasien dengan IBD untuk layanan dan tatalaksana komprehensif, seiring dengan meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit radang usus di seluruh dunia. Ini saatnya kita bersatu untuk meningkatkan kesadaran tentang penyakit, tantangan sehari-hari yang dihadapi oleh pasien yang hidup dengan penyakit radang usus, perlunya akses yang lebih baik untuk layanan IBD serta lebih banyak penelitian untuk menemukan pengobatan yang lebih baik dan pada akhirnya dapat menyembuhkannya. Hal ini karena IBD dapat menyerang siapapun tanpa memandang usia," jelas dr. Roswin.
“Pada kesempatan yang sama RS Abdi Waluyo juga meluncurkan pelayanan IBD Center yang diprakarsai oleh Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM; Prof. dr. Nurul Akbar, SpPD, KGEH, FINASIM; Dr. dr Juferdy Kurniawan SpPD, KGEH, FINASIM; dr. Amanda Pitarini Utari SpPD, KGEH; Dr. dr. Teguh Wiyadi SpPD, FINASIM; dr. Paulus Simadibrata, SpPD; dengan visi untuk memberikan pelayanan yang berfokus penegakan diagnosa yangcepat dan tepat serta terapi yg holistik,” tambah dr. Roswin.
Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam & Konsultan Gastroenterologi Hepatologi RS Abdi Waluyo menyatakan, “Pada dasarnya, penyebab IBD belum diketahui jelas. IBD ini tentu disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh. Namun, kesalahan pada diet dan tingkat stress berlebih juga bisa memicu terjadinya IBD. Faktor keturunan juga berperan dalam IBD meskipun angka penderitanya sangat sedikit.”
Ia kembali menambahkan, “Dalam perkembangannya, IBD yang dibiarkan bisa memperparah kondisi pasien akibat komplikasi yang ditimbulkan. Pada UC, penderitanya bisa mengalami toxic megalocon (pembengkakan usus besar yang beracun), perforated colon (lubang pada usus besar), dehidrasi berat dan meningkatkan risiko Kanker Usus Besar. Pada CD, penderitanya bisa mengalami bowel obstruction, malnutrisi, fistulas, dan anal fissure (robekan pada jaringan anus). Jika kedua jenis IBD ini dibiarkan, keduanya bisa menciptakan komplikasi seperti: penggumpalan darah, radang kulit, mata, dan sendi, serta komplikasi lainnya.”
Diagnosis IBD dibuat berdasarkan keluhan pasien seperti nyeri perut berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. “Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan di antaranya adalah pemeriksaan feses, darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen sesuai indikasi), dan endoskopi saluran cerna. Pasien yang sudah didiagnosis penyakit radang usus akan kemudian dinilai tingkat keparahan penyakitnya menggunakan sistem skoring,” jelas Prof. Marcel.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.