dr. Alvin Saputra, Andreas Gutknecht, dr. Imran Pambudi, MPHM, Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A, dr. William S. Tjeng, Sp.A (istimewa)
dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, “Sampai saat ini, pencegahan dan pengendalian DBD di Indonesia berfokus lebih berat pada pengendalian vektor yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Sejak tahun 1980-an, kita telah menjalankan Gerakan 3M Plus secara berkelanjutan, dilanjutkan dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dan baru-baru ini, kami memperkenalkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia sebagai bagian tambahan dari program yang ada.
Meskipun semua upaya ini telah dilakukan, kasus demam berdarah di Indonesia masih menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kami yakin bahwa pendekatan inovatif lainnya diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Karena itulah, Kementerian Kesehatan terus menguatkan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, dan berkomitmen menerapkan pendekatan-pendekatan inovatif, termasuk melalui vaksinasi. Hal ini sejalan dengan pilar kelima dan keenam dari Strategi Nasional Penanggulangan Dengue yang telah kami canangkan di tahun 2021.”
dr. Imran menambahkan bahwa selain keterlibatan masyarakat, setiap tingkatan pemerintahan harus bersatu untuk mengimplementasikan strategi ini, di mana pemerintah daerah memegang peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan DBD di Indonesia.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Rismala Dewi, Sp.A(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta, menuturkan, "Kami menyadari pentingnya pencegahan DBD yang terintegrasi dan komprehensif. Oleh karena itu, organisasi profesi, termasuk salah satunya adalah IDAI, merekomendasikan imunisasi DBD kepada anak-anak usia 6-18 tahun. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan perlindungan optimal kepada anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue, tetapi juga untuk secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat penyakit ini. Untuk itu, mari bersama-sama kita lindungi generasi muda kita dari ancaman DBD dengan vaksinasi."
Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), memaparkan bahwa dengue atau yang sering disebut sebagai DBD merupakan penyakit yang dapat menjangkit siapa saja tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, maupun gaya hidup.
“Di negara atau wilayah dengan tingkat penularan DBD yang tinggi, anak-anak dan orang dewasa muda cenderung menjadi yang paling terkena dampaknya, dengan angka kematian lebih tinggi pada anak-anak. Sayangnya, di masyarakat kita masih banyak terjadi miskonsepsi tentang DBD dan menganggap penyakit ini tidak berbahaya. Masih banyak orang yang berpikir bahwa apabila sudah pernah terkena DBD, maka mereka aman dan menjadi kebal. Padahal, tak begitu. Masyarakat perlu memahami bahwa virus dengue terdiri dari empat serotipe. Di mana apabila seseorang telah terjangkit satu serotipe, mereka masih bisa terjangkit serotipe yang lain, dan infeksi yang kedua dan seterusnya berpotensi lebih parah. Bahkan bisa menyebabkan kematian.”
Lebih lanjut Prof. Sri menjelaskan, “Untuk itu, tindakan pencegahan yang terintegrasi sangat diperlukan untuk melawan DBD, seperti melalui pengendalian vektor. Selain itu, kita juga perlu untuk mencegah infeksi dan melakukan upaya untuk mengurangi keparahan penyakit apabila sampai terjangkit. Salah satu inovasi yang saat ini direkomendasikan oleh beberapa organisasi profesi di Indonesia, baik oleh IDAI, PAPDI, maupun PERDOKI adalah melalui program vaksinasi. Dalam tatalaksana DBD yang diterbitkan UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI tahun 2023 juga disebutkan bahwa pasien setelah terinfeksi dan rawat inap akibat dengue dapat diberikan vaksinasi 1-3 bulan kemudian. Dengan meningkatkan kekebalan masyarakat, akan sangat membantu menurunkan tingkat keparahan serta risiko kematian akibat DBD.”
Prof. Sri menambahkan bahwa baru-baru ini WHO telah mengeluarkan rekomendasi untuk mengenalkan inovasi vaksinasi dengue bagi negara atau wilayah dengan intensitas penyebaran DBD yang tinggi ke dalam program imunisasi nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, dr. William S. Tjeng, Sp.A(K), Ketua Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kalimantan Timur, membagikan informasi seputar program vaksinasi DBD yang saat ini sedang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Menurutnya, sejauh ini program imunisasi berjalan dengan baik.
“Kalimantan Timur merupakan daerah endemik DBD dengan angka kejadian (Incidence Rate/IR) yang selalu berada di atas target nasional, yaitu 10/100.000 penduduk. Oleh karena itu, Dinkes Provinsi Kalimantan Timur berinisiatif melaksanakan pilot program imunisasi DBD di kota Balikpapan dengan target 9.800 anak-anak SD usia 6-14 tahun.Sampai dengan bulan Februari 2024, tercatat hampir 99% peserta telah mendapatkan dosis pertama, dan vaksin dapat ditoleransi dengan baik.”
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.