Menu

Mengintip Kisah Inspiratif Heni Tonengan, Perempuan Pemimpin yang Berjuang untuk Keadilan dan Pendidikan Perempuan

19 Maret 2025 12:12 WIB
Mengintip Kisah Inspiratif Heni Tonengan, Perempuan Pemimpin yang Berjuang untuk Keadilan dan Pendidikan Perempuan

Heni Tonengan (kbr.id)

HerStory, Jakarta —

Beauty, kisah inspiratif datang dari sosok Heni Tonengan, ia merupakan perempuan asal Desa Tiley Pantai, Pulau Morotai, Maluku Utara.

Belum lama ini, tepatnya pada Hari Perempuan Internasional, Heni untuk kedua kalinya datang ke Jakarta, untuk menerima penghargaan sebagai perempuan pemimpin, kategori fasilitator dan pendamping komunitas Sekolah Perempuan. Penganugerahan ini dilaksanakan pada acara peringatan Hari Perempuan Internasional dan Ulang Tahun ke-25 LSM Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan) pada 7 Maret 2025.

"Dengan adanya Sekolah Perempuan dan difasilitasi KAPAL Perempuan, sehingga kami perempuan pemimpin pedesaan, bisa ke Jakarta, dan itu sangat luar biasa. Saya enggak nyangka," ujar Heni dikutip dari laman kbr.id.

Kehadirannya di Jakarta menandai sebuah perjalanan yang luar biasa. Sebelumnya, saat pertama kali datang ke Jakarta pada 2024, Heni mengalami banyak tantangan, bahkan sampai jatuh sakit karena kecemasan yang ia rasakan. Meskipun begitu, pengalaman ini justru memberikan keberanian yang lebih besar.

"Persiapan berangkat, 2 hari saya sakit, sampai saya diinfus di rumah sakit, mungkin asam lambung naik karena pikiran. Jadi senang (ke Jakarta) tapi takut juga. Setelah itu berangkat ke Ternate, dan mau ke bandara, saya langsung lebih tambah sakit karena mau naik pesawat, belum pernah naik pesawat," kenang Heni.

Sebagai informasi Beauty, Heni aktif di Sekolah Perempuan sejak 2023, setelah bertemu dengan LBH Perempuan dan Anak Morotai yang merupakan mitra KAPAL Perempuan, setahun sebelumnya, Heni adalah seorang ibu rumah tangga dan aktivis gereja yang mendampingi anak-anak. Ia lalu mengikuti pelatihan tentang pendampingan korban kekerasan, yang membuka matanya terhadap banyak hal.

Setelah mengikuti pelatihan, Heni membawa pulang banyak pengetahuan baru yang mengubah cara pandangnya terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di kampungnya.

"KDRT di desa kami sangat tinggi. Karena banyak laki-laki yang minum-minuman keras. Jadi ketika mereka mabuk, berkelahi dengan istri, langsung dipukul. Termasuk di kak Heni orangtua pun pernah mengalami itu. Selain ibu kak Heni, kak Heni juga lihat ada ibu-ibu yang lain (dipukul). Perempuan tidak pernah berani melapor. Kalau picah (pecah), ya tunggu sembuh, sampai biru-biru ada yang dapat pukul. Diam saja," ungkap Heni.

Namun, pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri. Heni mulai memperkenalkan perubahan dalam hubungan rumah tangganya. Ia mendorong suami untuk berbagi tugas rumah tangga dan mendukungnya dalam setiap langkahnya.

"Tentang kesetaraan gender, kakak pulang kakak sampaikan ke suami, bahwa torang (kita) sebagai suami istri, kalau kerja, mesti berbagi. Kerja rumah bukan cuma tugas torang sebagai perempuan, laki-laki juga bisa. Suami mendukung. Jadi kalau kak Heni bekerja, suami bisa kasih bersih ikan, kak Heni cuci, suami angkat air, bantu-bantu. Mau kegiatan keluar tidak dilarang suami," kata Heni.

Heni juga menggerakkan Sekolah Perempuan untuk mengedukasi masyarakat dan menangani berbagai aduan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Banyak perempuan kini mulai berani melapor dan berdiri teguh melawan kekerasan.

"Ketika ada masalah di keluarga, kami langsung datang dan sampaikan, bahwa sekarang, mau pukuli perempuan, itu tidak bisa sembarang, karena jika perempuan keluar darah, akan dituntut, bahaya. Mereka mendengar. Jadi ketika (mereka) mabuk, mungkin lihat, oh ada anggota Sekolah Perempuan, mereka tidak berbuat lagi untuk kekerasan," jelas Heni.

Selain itu, Heni juga membantu masyarakat di Desa Tiley Pantai mengurus administrasi kependudukan, seperti kartu nikah dan akta kelahiran, untuk keluarga yang kurang mampu.

"Ada yang sudah berumah tangga 20 tahun, belum memiliki kartu nikah. Kami menjangkau dari rumah ke rumah, membantu masyarakat yang tidak bisa mengurus sendiri, karena mungkin keterbatasan ekonomi atau pendidikan, sehingga mereka tidak berani datang ke kantor desa. Kami mendampingi, kami membawa ke dukcapil, sehingga mereka bisa memiliki kartu nikah. Dan anak-anak mereka ada yang sudah menikah, belum punya akte, sehingga keluarga-keluarga tersebut, dapat memiliki adminduk," jelas Heni.

Perjuangan Heni tak lepas dari tantangan. Ia pernah dihadapkan pada korban yang menarik laporan polisi karena keterbatasan biaya. Namun, semangat Heni tak pernah padam. Ia rela menggunakan uang pribadinya demi memastikan perjuangan untuk keadilan tetap berjalan.

"Sampai kak Heni bilang, kalian enggak usah terlalu pikir untuk kak Heni biaya makan, nanti kak Heni bisa pakai kak Heni punya uang. Yang penting kalian semangat untuk pengurusan itu. Tapi setelah sudah berapa kali bolak-balik, mereka langsung sampaikan, mau cabut (laporan), karena baru tahap penyelidikan saja, mereka sudah meminjam uang," cerita Heni dengan penuh empati.

Heni juga pernah menerima protes dari beberapa orang yang merasa bahwa ia terlalu ikut campur dalam urusan pribadi, terutama ketika menangani kasus yang melibatkan pejabat desa. Meskipun demikian, Heni terus maju, karena ia tahu perjuangannya sangat berarti.

"Kecewa, mereka bilang, Suara Perempuan terlalu campuri orang punya urusan. Sampai ketika itu, disampaikan di khotbah. Sampai kak Heni pun, belum bisa masuk ibadah, kak Heni diam dulu, kasih tenang," kenang Heni.

Bertemu dengan sesama kader Sekolah Perempuan dari berbagai daerah memberi Heni semangat baru. Ia menyadari bahwa meskipun perjuangan tidak mudah, mereka semua berjuang untuk tujuan yang sama.

"Kak Heni langsung menangis, apa yang dorang (kita) hadapi, walaupun tara (tidak) seberat yang mereka rasa. Kak Heni sampai air mata, setelah disampaikan, kak Heni punya semangat lebih," ujarnya dengan penuh haru.

Heni Tonengan adalah contoh nyata perempuan pemimpin yang tak hanya berani melangkah keluar dari zona nyaman, tetapi juga berjuang untuk keadilan, kesetaraan, dan perubahan di komunitasnya. Perjalanan panjangnya penuh tantangan, namun semangatnya tak pernah padam demi menciptakan dunia yang lebih baik untuk perempuan dan anak-anak di desa.

Baca Juga: Cerita Putri Kusuma Wardani yang Menjadi Perempuan Indonesia Pertama yang Juarai Korean Masters

Baca Juga: Canva Menjadi Startup dengan Pemimpin Wanita dan Pendapatan Sebesar US$ 3 Miliar

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Share Artikel:

Oleh: Ida Umy Rasyidah

Artikel Pilihan