Menu

Stigma dan Tantangan Pekerja Perempuan dari Kacamata Kemnaker, Seperti Apa?

24 Desember 2021 08:15 WIB
Stigma dan Tantangan Pekerja Perempuan dari Kacamata Kemnaker, Seperti Apa?

Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Yuli Adiratna. (Riana/HerStory)

HerStory, Bogor —

Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Yuli Adiratna, mengungkapkan bahwa pada prinsipnya laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama terkait dalam pemenuhan hak bekerja.

Dari sisi ketenagakerjaan, kata dia, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan juga memang masih di bawah laki-laki. Terlebih, berdasarkan dari data BPS tahun 2020, partisipasi angkatan kerja perempuan di Februari 2001 masih 54,03%, sedangkan laki-laki sudah 82,14%.

“Dan ini menjadi tantangan bagi kita semua. Dari sisi fisik juga, perempuan memiliki peran yang berbeda dengan laki-laki yang tidak bisa dipertukarkan. Tentu perempuan memiliki spesifikasi dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan laki-laki dalam hal fungsi reproduksi. Oleh karena itu, perlindungan fungsi reproduksi perempuan penting dilakukan dan menjadi tanggung jawab bersama,” tutur Yuli, saat menjadi Keynote speakers di acara awarding HerStory ’Indonesia Best Workplace for Women Awards 2021: Building an Inclusive Future’, secara virtual, Kamis (23/12/2021).

Tak berhenti di situ lanjut Yuli, dari sisi upah, pekerja perempuan pun masih di bawah laki-laki dalam prakteknya. Dan ini jadi tantangan tersendiri terkait terciptanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja.

“Kita juga harus respek terhadap bagaimana meningkatkan suara perempuan untuk bisa berperan aktif di dalam pengambilan keputusan. Bagaimana agar mereka juga bisa memperjuangkan haknya untuk setara dengan laki-laki. Tentu kita berikan ruang yang cukup, ruang yang luas untuk meningkatkan peran serta perempuan di dalam pengambilan keputusan, termasuk di dunia kerja. Dan kalau kita lihat di dalam pekerjaan, contoh di dunia Serikat Pekerja, sebagian besar pengurusnya adalah laki-laki, nah ini menjadi tantangan kita semua kita respect untuk memberikan peluang bagi kaum perempuan berkiprah di ranah public. Apalagi kemarin kita baru memperingati Hari Ibu,” beber Yuli.

Kemudian, Yuli pun mendorong agar kita memberikan ruang yang cukup, bagaimana membangun, mengembangkan profesi, mengembangkan potensi diri bagi pekerja perempuan, yang memang dari sisi pendidikan posisinya juga juga masih di bawah laki-laki.

“Makanya kita perlu memperjuangkan bagaimana ada kesetaraan. Kemudian kita juga perlu pastikan ada jaminan terhadap perlindungan bagi pekerja perempuan, misalnya jaminan atas keselamatan kerja, jaminan pemberian jaminan sosial, termasuk alat pelindung diri yang memang dibutuhkan di dalam pekerjaannya. Tentu alat pelindung diri inipun harus disesuaikan dengan karakteristik dari perempuan itu sendiri,” ujarnya.

Baca Juga: Moms Setuju Gak?! Ini 5 Alasan Kenapa Jadi Ibu Rumah Tangga Bukan Pekerjaan Mudah, Jangan Dianggap Remeh Ya!

Baca Juga: Karier Masa Depan Cemerlang, Kamu Wajib Persiapkan 3 'Bekal' Ini Sebelum Terjun ke Dunia Kerja

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.