Ilustrasi workaholic (Vemme Daily/Edited by HerStory)
Ketika menjalani hidup, tolong menolong adalah hal yang kerap dilakukan dan bisa menciptakan bonding yang baik dengan orang lain. Namun sayangnya beberapa orang merasa bahwa menolong orang lain seringkali datang dengan konsekuensi yang mungkin saja bisa merugikan kesejahteraan diri kita sendiri yang bisa disebut juga sebagai Super-Helper Syndrome.
Seperti dihimpun dari laman Metro, sindrom ini merupakan istilah yang diciptakan oleh psikolog Jess Baker dan Rod Vincent, untuk menggambarkan orang-orang yang memiliki dorongan untuk membantu orang lain sementara gagal memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Sindrom ini bisa diderita oleh seseorang, yang mungkin tak menyadarinya. Maka dari itu, ada urgensi tertentu untuk mengetahui tanda dari Super-Helper Syndrome ini.
Untuk mengenali tanda dari sindrom ini dan memahami apa dampak buruknya, kamu bisa simak penjelasan di bawah ini.
Ada beberapa tanda-tanda yang paling jelas tampak pada orang dengan sindrom ini.
Ketika sindrom ini terus dibiarkan dan tak mendapatkan pertolongan tepat, maka dampaknya akan cukup buruk untuk penderita sindrom tersebut.
Upaya membantu orang lain yang terus menerus dan tak berkesudahan akan membuat seseorang mengalami kelelahan yang luar biasa. Dari sisi fisik dan mental, orang tersebut akan memaksa dirinya untuk menyelesaikan permasalahan orang lain.
Perasaan lelah sepanjang waktu ini dirasakan dalam waktu lama, bahkan hingga pada keluhan fisik seperti otot tegang dan sakit kepala.
Efek buruk selanjutnya adalah risiko eksploitasi oleh orang disekitarnya. Eksploitasi ini sangat berdampak untuk kondisi mental jika benar-benar tak kuat. Terus menerus merasa dimanfaatkan bisa membuat hubungan pertemanan atau asmara menjadi tak sehat.
Perlahan akan muncul rasa ketergantungan yang justru membuat beban seseorang dengan sindrom ini terus bertambah.
Perlahan tapi pasti, akan muncul rasa benci di dalam diri seseorang. Hal ini akan berbalik menyerang diri sendiri, karena keinginan menolong terus menerus dan ada kecenderungan penolakan ketika akan diberikan pertolongan atau imbalan.
Terakhir adalah terkait dengan kebiasaan mengkritik dan mendiskreditkan diri sendiri. Hal ini bisa muncul ketika bantuan yang diberikan ternyata tak menghasilkan output seperti harapan. Seorang kemudian akan mengkritik dirinya sendiri terkait kemampuannya memberikan bantuan.
Sedikit penjelasan di atas semoga menjadi penjelasan yang mudah dipahami terkait Super-Helper Syndrome. Konsultasikan dengan ahli kesehatan mental kepercayaan kamu, dan segera temukan solusinya ya Beauty!
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.
Share Artikel: