Menu

Berkaca dari Kasus Pembunuhan Abby Choi, Yuk Kenali Perilaku Sadisme Ini Beauty: Kepuasan Melihat Orang Lain Tersiksa dan Menjerit Kesakitan

28 Februari 2023 17:05 WIB

Abby Choi (Instagram/@xxabbyc)

HerStory, Jakarta —

Beauty, kasus mutilasi dan pembunuhan seorang model sekaligus influencer, Abby Choi yang terjadi di Hong Kong menggemparkan dunia.

Ironisnya, nyawa ibu empat anak itu dihabisi oleh keluarga mantan suaminya sendiri dan potongan jasadnya ditemukan di kulkas serta panci berisi sup.

Banyak kalangan pun menilai, aksi kejahatan pelaku kepada korban, yakni Abby Choi ini termasuk kejahatan ekstrem atau golongan sadisme, Beauty.

Ya, sadisme sendiri merupakan sebuah gangguan mental yang tergolong sebagai gangguan parafilia. Perilaku ini menimbulkan kepuasan atas tindakan menyakiti orang lain.

Orang dengan gangguan ini disebut sebagai sadistis. Biasanya penyimpangan ini bisa tergolong menjadi dua yaitu sadisme seksual dan kriminalitas.

Seorang psikiatri asal Prancis, Angelo Hernard, menggolongkan sadisme menjadi tiga, yaitu:

1. Les Grands Sadique Criminels (Sadis Besar)

Golongan pertama merupakan sadisme psikopatis yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Perilaku ini masuk ke dalam kriminalitas yang mana meliputi penganiayaan, pemerkosaan, mutilasi, dan lainnya.

2. Les Petits et Moyens Sadique Pervers 

Golongan ini merujuk pada sadistis yang sepenuhnya sadar dan melakukan perilaku sadis tersebut. Biasaya ini merupakan orang yang menikmati perlakukan kasar dan kejam, khususnya saat berhubungan seksual.

Berbeda dengan sadis besar, golongan yang satu ini memiliki kecenderungan sadisme seksual. Ia menikmati permainan kasar dan menikmati teriakan kesakitan dari pasangan.

3. Les Sadique Morals (Sadis Moral)

Sadisme golongan ini melibatkan penyimpangan moral seperti pelecehan, penghinaan, perpeloncoan, menakut-nakuti orang, dan lainnya. Meski secara verbal, sadis moral mampu memberikan kesan yang menakutkan kepada orang lain.

Ketiga golongan sadisme ini biasanya muncul di usia dewasa awal yang mana perilaku sadisme muncul secara berulang atau intens. Penderita akan mengalami fantasi, dorongan, dan perilaku sadis secara terus-menerus selama 6 bulan.

Bahkan, ada kemungkinan sadistis menyebabkan penderitaan fisik pada orang lain. Akibatnya ia sulit menjaga hubungan sosial dengan baik dan bertindak sadis ketika adalah orang yang memiliki pertentangan dengan dirinya.

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perilaku sadisme, yaitu:

1. Biologis

Dari hasil penelitian yang dilakukan soal ketidakseimbangan hormon yang mungkin memicu perilaku sadisme, ditemukan kemungkinan yang kecil. Kondisi ini semakin parah jika terjadi penyalahgunaan obat dan konsumsi alkohol berlebih.

Dua hal tersebut memungkinkan penderita mengalami fantasi dan menyalurkan perilaku sadisme tanpa hambatan. Narkoba dan alkohol merupakan pemicu paling umum ditemukan pada pelaku sadisme.

2. Psikologis

Berdasarkan perspekstof psikodinamika ada kecemasan di mana kecil yang belum teratasi sehingga menyebabkan munculnya rangsangan seksual terhadap objek atau aktivitas tertentu. Sadistis biasanya memandang hubungan seks sebagai kegiatan yang penuh dosa.

Inilah yang membuatnya merasa puas jika memberikan ‘hukuman’ saat bercinta. Ia merasa tindakannya itu akan mengurangi dosa saat berhubungan seksual.

Selain itu, berdasarkan perspektif teori penderita sadisme mengalami penyimpangan aktivitas seks di masa kecil. Bisa saja penderita merupakan korban dari seks prematur, penyiksaan seksual, hingga traumatik. 

Kondisi ini menyebabkan adanya dendam dan penolakan diri yang sangat mendalam. Akibatnya penderita cenderung melampiaskan dendam melalui hubungan seks.

3. Sosiokultural

Lingkungan tumbuh seperti keluarga juga bisa memengaruhi perilaku sadisme. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang menggunakan hukuman fisik dan melakukan kontak seksual agresif biasanya akan tumbuh secara agresif dan impulsif secara seksual.

Apa yang ia saksikan kemudian direaliasasikan setelah dewasa. Penyiksaan seksual merupakan salah satu bagian dari hal ini.

Share Artikel:

Oleh: Noorma Amalia Siregar