Menu

Penderita Asma Stop Mengandalkan Inhaler untuk Cegah Ketergantungan, Ini Pengobatan yang Tepat!

10 Mei 2023 21:25 WIB

Ilustrasi penyakit asma (Freepik/EditedByHerstory)

HerStory, Depok —

Penderita asma umumnya mengalami gejala khas berupa batuk, hingga rasa sesak. Kondisi tersebut membuat penderitanya sulit bernapas sehingga mengandalkan pengobatan pelega golongan short-acting beta-agonists (SABA). 

Adapun pengobatan yang termasuk dalam golongan tersebut, yakni inhaler dan nebulizer. Seringnya potensi kemunculan asma, tak jarang membuat penderitanya menggunakan inhaler secara berlebihan. 

Padahal, menurut Dokter Spesialis Paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Mohammad Yanuar Fajar, obat pelega SABA hanya membantu melegakan saat terjadi serangan. 

Namun tidak berarti penderita asma tergantung dengan obat tersebut. Memakai inhaler hanya meredakan gejalanya, jadi berisiko besar untuk kambuh kembali,” ungkap dr Yanuar dalam Webinar Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat Redakan Asma di AstraZeneca, Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Baiknya, penderita asma melakukan pengobatan lebih tepat agar penyakitnya terkontrol dalam jangka panjang. 

Dokter Yanuar mengungkapkan, menurut perubahan pedoman dari Global Initiatives for Asthma (GINA) pelega seperti inhaler dan nebulizer sudah tidak dipakai lagi. 

Penggunaan inhaler SABA itu bagaikan menutup jalanan yang berlubang dengan papan. Artinya, hanya menutupi gejalanya sesaknya saja, masalah intinya yaitu inflamasinya. Pelega sudah tidak dipakai lagi, melainkan sudah pakai pengontrol, jadi perubahannya itu bukan mengatasi dengan SABA saja, tapi inflamasinya,” ucap dr Yanuar.

Berdasarkan laporan strategi GINA 2022, ketergantungan inhaler SABA dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma hingga kematian. 

Menurut dr Yanuar, sekitar 90 persen pasien asma merasa membaik setelah memakai obat pelega. Namun, beberapa hari atau minggu kemudian, terjadi kekambuhan.

Perlu dipahami pentingnya obat pengontrol, bukan sekadar SABA. Ketika selesai memakai pelega seharusnya penderita asma mendapatkan obat kedua yaitu pengontrol berbasis long-acting beta-agonist (LABA),” kata dr Yanuar. 

Sebab, obat pengontrol memakai steroid inflamasi dengan sistem kerja sampai 12 jam. Obat tersebut mengandung inhaled corticosteroid (ICS) yang mencegah inflamasi gak terjadi terus-menerus.

Selain obat pengontrol, dr. Yanuar menyarakan penderita asma melakukan Asthma Control Test (ACT) rutin setiap bulan. 

Penderita asma sebaiknya melakukan Asthma Control Test setiap bulan ke dokter. Ini untuk memastikan kondisi asmanya terkontrol. Pengobatan asma itu bukan instan yang dilakukan saat serangan asma muncul saja,” tutupnya.

Share Artikel:

Oleh: Ummu Hani

Artikel Pilihan