Menu

Data Gizi Buruk, Indonesia Masih Mencetak Salah Satu Angka Stunting Tertinggi di Asia Tenggara

22 Juni 2022 13:05 WIB

Ilustrasi anak-anak yang memiliki masalah gizi (Shutterstock/Gary Yam)

HerStory, Medan —

Angka stunting di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga kawasan Asia Tenggara. Kondisi dimana terjadi masalah gizi kronis pada anak usia di bawah 5 tahun ini masih menjadi permasalahan penting yang harus ditangani.

Frieshland Campina, melalui Frisian Flag Indonesia, melakukan studi South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II), terkait status gizi, perilaku, dan gaya hidup anak-anak di beberapa negara Asia Tenggara.

Sekitar 14.000 anak terlibat dalam studi ini dengan rentang usia 6 bulan hingga 12 tahun. Fokus studi ini juga mengarah pada masalah ‘triple burden of malnutrition’, yang terdiri dari kekurangan gizi, kekurangan zat gizi mikro, dan kelebihan berat badan (obesitas).

Negara-negara yang terlibat dalam studi ini di antaranya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Studi ini sendiri juga bekerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian di keempat negara. Waktu studi tersebut dilakukan sejak 2019 hingga 2021 tergantung negara masing-masing.

Peneliti Utama SEANUTS II Indonesia sekaligus Guru Besar Fakultas Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Rini Sekartini mengatakan, penelitian dilakukan sebelum pandemi yaitu, 2019 hingga Maret 2020.

Studi ini juga dilakukan di 21 kabupaten/kota pada 15 provinsi di Indonesia. Rini menjelaskan, di Indonesia sendiri studi terfokus pada status gizi, asupan nutrisi, dan gaya hidup anak-anak.

“Data kami ditujukan untuk menyediakan informasi terkini terkait status gizi, asupan nutrisi, dan perilaku gaya hidup anak-anak, terkait masalah gizi kita menggunakan kuesioner dengan pekerja lapangan yang sudah dilatih, ada juga dari sarjana kesehatan masyarakat, dan sarjana olahraga,” ucap Rini, melansir media sindikasi Suara.com.

Tidak hanya status gizi, asupan nutrisi, dan gaya hidup anak-anak, Peneliti SEANUTS II, Aria Kekalih mengungkapkan, terdapat beberapa variabel penelitian yang digunakan dalam SEANUTS II ini.

Beberapa variabel penelitian lainnya di antaranya, pola tidur, perubahan perilaku terkait Covid 19, antropometri, ketahanan pangan, status sosial ekonomi, pemberian ASI, MP-ASI, perilaku masa anak-anak, dan lain-lain.

“Kita di sini ada beberapa variabel lainnya, selain status gizi, asupan nutrisi, dan gaya hidup anak-anak, seperti status ekonomi, antropometri, dan lain-lain yang dilakukan kepada anak-anak,” jelas Aria.

Dari berbagai variabel penelitian tersebut yang telah diuji kepada anak-anak, rupanya anak-anak di Indonesia masih banyak yang mengalami stunting, khususnya di wilayah Jawa-Sumatera.

Angka prevalensi dari hasil penelitian tersebut sebesar 28,4 persen. Untuk  anemia, angka prevalensi mencapai 25,9 persen pada anak di bawah usia 5 tahun. Sementara untuk kasus obesitas anak usia 7-12 Indonesia berada pada angka 15 persen.

Rini berharap, studi SEANUTS II ini bisa menjadi pelengkap data-data lain yang telah diteliti oleh pihak pemerintah, serta memberikan informasi kepada masyarakat terkait kasus stunting di Indonesia.

“Semoga penelitian ini bisa menjadi komplementer data-data yang diberikan lembaga lain serta memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat mengenai kasus anak berperawakan pendek di Indonesia lebih baik,” pungkasnya.

Lihat Sumber Artikel di Suara.com

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama HerStory dengan Suara.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel yang tayang di website ini menjadi tanggung jawab HerStory.

Artikel Pilihan