Menu

Layanan Pengaduan Kekerasan Seksual: Hotline Cuma Pajangan atau Bisa Jadi Jalan untuk Korban?

03 Desember 2022 09:00 WIB
Layanan Pengaduan Kekerasan Seksual: Hotline Cuma Pajangan atau Bisa Jadi Jalan untuk Korban?

Ilustrasi kekerasan seksual. (Freepik/Edited by HerStory)

“Kalau layanan di Komnas Perempuan, ketika ada korban kekerasan terhadap perempuan atau orang yang melihat, menyaksikan terjadinya kekerasan terhadap perempuan, dia bisa langsung mengubungi Komnas Perempuan melalui aplikasi WhatsApp atau telepon dan juga e-mail pengaduan. Semua informasi itu ada di website Komnas Perempuan dan ada di Instagram, Twitter, dan Facebook Komnas Perempuan, itu ada nomor dan alamatnya,” beber Fuad.

Setelah itu, korban kekerasan seksual bisa langsung menghubungi pihak Komnas Perempuan melalui telepon atau media sosial yang disediakan. Setelah itu, tim dari Komnas Perempuan akan menganalisis kebutuhan korban, seperti kebutuhan pendampingan atau kebutuhan dari segi psikologis.

“Setelah laporan, tim kami akan memverifikasi. Lalu, kami akan menganalisa apakah itu kekerasan berbasis gender atau bukan. Kalau benar, kemudian kami akan menganalisa kebutuhannya, misalkan korban membutuhkan pendampingan langsung, kemudian kami mengirimkan surat rujukan untuk pengada layanan yang tepat untuk kemudian mendampingi korban,” jelasnya.

Jadi, Komnas Perempuan enggak bisa menangani kasus korban secara langsung. Tim Komnas Perempuan hanya akan menganalisa kebutuhan korban dan memberikan rujukan kepada pengada layanan yang tepat untuk memberikan pendampingan korban secara langsung.

LBH APIK

Sama halnya dengan Komnas Perempuan, LBH APIK juga dapat membantu menangani korban kekerasan seksual. Untuk pengaduannya, korban bisa langsung datang ke kantor LBH APIK atau melaporkan kasusnya lewat hotline yang tertera di website atau media sosial resmi. 

“Layanan LBH APIK Jakarta dapat diakses melalui dua layanan, offline dan online. Offline bisa datang langsung ke kantor LBH APIK Jakarta, tapi ketika korban enggak bisa mengakses secara langsung bisa melalui (layanan) online, bisa dari hotline ataupun e-mail maupun media sosial LBH APIK Jakarta,” ungkap Tuani. 

Berikut ini cara dan prosedur layanan LBH APIK. Simak baik-baik, ya!

  1. Dapat menghubungi hotline APIK di nomor 0813888226699 (via WA) atau e-mail pengaduan APIK di [email protected] dengan menyertakan: nama lengkap, umur, alamat, usia, pekerjaan korban/penyintas, pelaku (nama, usia, alamat), hubungan dengan pelaku, dan kronologis kejadian.
  2. Saat melapor, korban/penyintas diminta untuk melampirkan KTP, BPJS/Surat Keterangan tidak Mampu (SKTM).
  3. Pengaduan yang masuk akan direspons oleh hotline dan akan diberikan informasi awal terkait persyaratan administrasi.
  4. Koordinator Pelayanan Hukum akan menunjuk Pengacara/Pendamping yang akan menindaklanjuti pengaduan tersebut melalui konsultasi atau pendampingan.
  5. Pendamping akan memberikan informasi hukum sesuai dengan Pengaduan korban. Keputusan tindak lanjut dan langkah Hukum, baik secara litigasi atau non litigasi, yang akan diambil selanjutnya, diserahkan kepada korban/penyintas.
  6. Selama proses, korban/penyintas enggak dikenakan biaya pada saat mengakses bantuan hukum.

Setelah laporan pengaduan korban masuk ke LBH APIK Jakarta, timnya akan mendengarkan kronologis kejadian, kemudian melakukan asesmen terkait dengan kebutuhan korban, seperti kebutuhan layanan psikologis, layanan rumah aman, hingga langkah hukum yang diperlukan korban.

“Ada korban yang ingin diutamakan pemulihan psikologisnya ataupun keamanan fisiknya. Jadi, untuk penanganan kasus itu kita asesmen dulu apa yang menjadi kebutuhan korban. Yang terpenting adalah bagaimana kepentingan terbaik korban itu dapat dipenuhi hak-hak korban,” jelas Tuani.

Namun, masih ada hambatan dan tantangan yang dialami oleh LBH APIK pada saat menangani kasus korban kekerasan seksual. Mulai dari hambatan di aparat penegak hukum, substansi hukum, kebijakan hukum, dan budaya masyarakat yang masih menyalahkan korban.

“Masih banyak aparat penegak hukum kita belum memiliki perspektif yang baik terkait penanganan kasus kekerasan seksual yang di mana korban harus membuktikan bahwa dia adalah korban kekerasan. Ketika keterangan korban berbeda, dia disalahkan. Jadi, hal-hal seperti itu yang masih sering terjadi,” jelasnya.

Proses hukum pada korban kekerasan seksual juga sering kali menjadi hambatan. Pasalnya, kasus korban kekerasan seksual ini seolah-olah bukanlah prioritas dan akhirnya proses hukumnya berjalan sangat lama.

“Untuk penanganan kasus kekerasan seksual dari pengalaman LBK APIK itu bahkan bisa sampai dua tahun, tiga tahun, empat tahun, bahkan bisa juga berakhir dihentikan oleh penyidik,” pungkasnya.

Untuk budaya masyarakat yang masih menyalahkan korban juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak korban kekerasan seksual yang didorong untuk melakukan mediasi oleh aparat hukum atau keluarga terdekat yang menganggap kasus kekerasan seksual itu adalah aib.

“Banyak juga korban yang didorong oleh keluarga terdekat yang masih menganggap kasus kekerasan seksual itu merupakan aib, sehingga pelaku dan korban dinikahkan, atau memberikan ganti rugi supaya kasusnya ditutup. Banyak korban yang enggak mendapat dukungan, sehingga  korban enggak berdaya. Akhirnya, mengikuti keinginan dari keluarga untuk menjaga nama baik,” pungkasnya.

Baca Juga: Marak Kasus Kekerasan Seksual, KemenPPPA Ajak Masyarakat dan Kaum Perempuan Pahami UU TPKS, Cek di Sini Beauty!

Baca Juga: 3 Tantangan Terbesar yang Dialami oleh Korban Kekerasan Seksual, Please Stop Victim Blaming!

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Halaman: