Menu

Waduh! Studi Membuktikan Wanita Makin Stres Saat Karantina, Kenapa Ya?

04 Juni 2020 15:50 WIB
Waduh! Studi Membuktikan Wanita Makin Stres Saat Karantina, Kenapa Ya?

Ilustrasi wanita sedang mengalami stres. (pinterest/freepik)

HerStory, Jakarta —

Beauty, selama virus COVID-19 masuk ke Indonesia, mau tidak mau kita harus mengikuti himbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing atau karantina mandiri. Bahkan Pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahkan, mulai dari belajar, beribadah dan bekerja dilakukan semua di rumah aja. 

Tentu saja, hal seperti ini pasti membuat perubahan dalam kehidupan masyarakat khususnya untuk wanita. Seperti yang HerStory rangkum dilansir dari berbagai sumber, Kamis (4/6/2020). Dalam sebuah survei yang diinisiasi Komnas Perempuan, ditemukan wanita makin stres akibat kebijakan PSBB. Waduh, kenapa bisa begitu ya, Beauty?

Baca Juga: WHO Ingatkan Gelombang Kedua Virus Corona, Seperti Apa Ciri-cirinya?

Baca Juga: Kamu Perlu Tahu! Stres Karena Bekerja Bisa Bikin Hubunganmu Renggang dan Ini Cara Mengatasinya!

Baca Juga: Jarang Sosialisasi? Hati-hati, Stres Hingga Depresi Bisa Mengintai Kesehatan Mentalmu!

Dalam pemaparannya, Alimatul Qibtiyah, komisioner Komnas Perempuan, menuturkan mayoritas responden mengaku sibuk mengurus rumah tangga selama karantina.

"Perempuan bekerja dua kali lipat daripada laki-laki dalam hal mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan durasi lebih dari tiga jam. 1 dari 3 responden mengalami stres," kata Alim dalam konferensi pers seperti HerStory kutip, Kamis (4/6/2020).

Survei tersebut dilakukan pada Maret-April 2020 secara daring (online) dan melibatkan sebanyak 2.285 orang. Mayoritas responden merupakan wanita (89 persen) berusia 31-50 tahun. Responden wanita tersebut didominasi pekerja penuh waktu. Akan tetapi yang menjadi tertarik adalah meski merasa stres, sekitar 70 persen responden menyatakan anak mereka (baik anak wanita maupun anak laki-laki) turut membantu pekerjaan rumah tangga.

Menurut Alim, gerakan kesetaraan yang selama bertahun-tahun digaungkan menunjukkan hasil. Pekerjaan rumah tangga tidak selamanya bakal berada dalam ranah wanita. Namun yang mengkhawatirkan adalah terkait kekerasan dalam ranah personal atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sebanyak 10,3 persen responden melaporkan hubungan mereka dengan pasangan semakin tegang. Dalam ranah hubungan suami-istri, sebanyak 12 persen lebih rentan mengalami kekerasan dibanding ranah hubungan non-suami-istri (2,5 persen). Kemudian jika dicermati, kerentanan akan kekerasan ini banyak ditemukan pada mereka yang berpenghasilan di bawah Rp5 juta.

"Usia 31-40 tahun paling banyak menjawab kalau hubungan mereka tegang. Nah masalah ekonomi berkontribusi pada hubungan suami istri. Perempuan banyak mengalami kekerasan psikologis dan ekonomi," lanjut Alim.

Lebih lanjut survei membuktikan sebanyak 88 persen responden mengalami kekerasan. Namun ternyata sebanyak 80,3 persen tidak melapor. Alim berkata dari survei responden hanya memilih diam atau hanya mengobrol dengan keluarga terdekat.

"Inilah yang mempertegas bahwa kita melihat kekerasan hanya dari laporan. Ini hanya persoalan gunung es. Bahkan responden yang pendidikannya S1 hingga pascasarjana 79 persen diam. Tingkat pendidikan enggak mempengaruhi keberanian untuk melapor," katanya.

Alim melanjutkan hanya sekitar 68,8 persen yang menyimpan kontak layanan pengaduan. Ini seolah membuktikan bahwa manajemen risiko kekerasan masih rendah. Sementara itu, sebanyak 89 persen responden melihat kebijakan-kebijakan selama pandemi COVID-19 bisa dilihat menguntungkan dan merugikan. Hanya sekitar 9 persen yang merasa diuntungkan, sedangkan hanya 6 persen yang merasa dirugikan.  Hanya saja, kata Alim, laki-laki malah merasa lebih dirugikan (8,4 persen) daripada perempuan (5,7 persen).

Ia menambahkan, ini cukup aneh mengingat wanita mengalami stres akibat beban kerja rumah tangga bertambah, juga mengalami kekerasan tapi yang merasa lebih dirugikan kebanyakan laki-laki.

"Mungkin menganut filosofi 'sumeleh', menerima," tutup Alim.

Akan tetapi Alim mengakui bahwa survei ini memiliki banyak keterbatasan. Meski melibatkan responden dari 34 provinsi di Indonesia, data tidak bisa mewakili provinsi secara seimbang. Mayoritas responden berada di Pulau Jawa dengan populasi responden terbesar berasal dari Jawa Barat. Namun, kata dia, dari survei ini bisa titik awal rekomendasi buat pemerintah.

Baca Juga: Bisa Bantu Kurangi Stres, Ini 3 Rekomendasi Essential Oil yang Bikin Rileks! Kamu Juga Suka Gak?

Baca Juga: Atasi Permasalahan Estetika Wanita Indonesia, Pyfaesthetic Hadir di Acara IMCAS World Congress di Paris, Kepoin Yuk Moms!

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Share Artikel:

Oleh: Ira Nur Aini