Menu

Omicron Merajalela, Waspadai Sindrom MIS-C Pada Anak Moms! Ini Penjelasan Dokter

21 Januari 2022 10:59 WIB

Ilustrasi anak menggunakan masker untuk menghindari Covid-19 (hackensackmeridianhealth.org/Edited by HerStory)

HerStory, Bogor —

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) telah berlangsung secara penuh di beberapa wilayah di Indonesia. Namun, adanya kebijakan PTM 100 persen ini tak ayal membuat sebagian orang tua khawatir. Selain belum tersosialisasikan dengan baik, kebijakan ini dilakukan di tengah meningkatnya wabah Covid-19 varian Omicron.

Dan, tanpa bermaksud menakut-nakuti atau membuat panik, tapi risiko Covid-19 pada anak, terutama multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) perlu diketahui para orang tua. Lantas, apa itu syndrom MIS-C ini?

Menurut Dokter Spesialis Anak, dr. Lucia Nauli Simbolon M.Sc, Sp.A., Multisystem Inflammantory Syndrome in Children (MIS-C) adalah kondisi banyak organ tubuh yang mengalami peradangan yang terjadi pada anak yang sebelumnya terkena Covid-19.

MIS-C ini, kata dr. Lucia, merupakan suatu kondisi langka dan ekstrem dari respons sistem imun tubuh terhadap serangan virus Covid-19. Hal itu bisa menyebabkan kerusakan jantung, kulit, paru-paru, ginjal, darah, saluran cerna, mata dan otak.

“MIS-C ini paling sering terjadi sejak 2 hingga 6 pekan setelah terinfeksi Covid-19. Adapun, keluhan MIS-C yang tergolong umum itu adalah demam, nyeri perut, muntah, diare, nyeri leher, kemerahan di kulit, mata merah, sangat lelah. Sementara, keluhan MIS-C tergolong gawat diantaranya adalah sulit bernapas, nyeri atau rasa tertekan di dada, kebingungan, tidak bisa bangun atau tidak bisa terjaga, kebiruan atau pucat pada kulit, kuku atau bibir, nyeri perut berat. Dan itu harus segera dibawa ke UGD,” papar dr. Lucia, saat sesi Webinar Ruang Keluarga SoKlin Antisep yang bertajuk “PTM di Tengah Kasus Omicron yang Beranjak Naik, Bagaimana Orang Tua Menyikapinya”, sebagaimana dipantau HerStory, Kamis (20/1/2022).

dr. Lucia mengatakan, MIS-C ini tidak bisa dicegah, satu-satunya cara pencegahannya adalah dengan memastikan anak tidak terpapar Covid-19 dan sudah divaksinasi lengkap. Lalu, seberapa sering MIS-C ini terjadi?

Dijelaskan dr. Lucia, kasus MIS-C ini termasuk jarang terjadi, diperkirakan terjadi pada 0,14 persen anak yang terkena Covid-19. Meskipun jarang, namun jika terjadi bisa menyebabkan anak kritis, bahkan meninggal dunia.

“Karenanya, deteksi dini dan penanganan penyakit ini harus sesegera mungkin. Mencegah MIS-C sama dengan mencegah Covid-19. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan vaksinasi anak, dam cegah anak dan keluarga dari Covid-19. Nah, 91ktivitas vaksin Covid-19 ini mencegah terjadinya MIS-C akibat Covid-19,” beber dr. Lucia.

Kemudian, dr. Lucia mengatakan bahwa MIS-C bisa ditangani jika terdeteksi cukup dini. Namun, ini adalah penyakit eksklusi hingga diagnosisnya menjadi sulit. Lantas, apa yang mungkin terjadi bila anak mengalami MIS-C?

“Sebanyak 64 hingga 80 persen anak yang mengalami MIS-C masuk ICU. Sebanyak 13 hingga 30 persen anak membutuhkan alat bantu pernapasan. Kemudian, 42 hingga 48 persen anak dengan MIS-C butuh obat untuk meningkatkan tekanan darah. Serta, dua hingga empat persen anak dengan MIS-C meninggal dunia,” tuturnya.

Adapun, kriteria anak dinyatakan MIS-C ini, kata dr. Lucia, diantaranya demam lebih dari 3 hari, dan isertai 2 gejala seperti ruam atau konjungtivitis bilateral non-purulent, hipertensi, gambaran disfungsi miokardium (diketahui lewat EKG), bukti adanya koagulopati (peningkatan PT, aPTT, Ddimer), dan gejala saluran pencernaan berat (muntah, diare, nyeri perut).

“Selanjutnya, terjadi penanda radang seperti LED, CRP, Procalcitonin, dan terbukti terinfeksi Covid-19,” kata dr. Lucia.

Artikel Pilihan