Menu

Perjuangan Kyai Husein, dari Feminis Hingga Melawan Militansi

27 Agustus 2020 19:20 WIB

ilustrasi wanita yang saling memeluk (Pinterest/Edited by Herstory)

HerStory, Jakarta —

Beauty, tahukah kamu bahwa ada seorang ulama yang enggak merasa risih dan merendahkan ketika menjelaskan perihal vagina, yang sebenarnya nggak lazim didengar dari mulut seorang ulama. Ia adalah Husein Muhammad, atau yang lebih dikenal akrab sebagai Kyai Husein.

Kyai Husein ini adalah aktivis hak reproduksi anak muda yang bahkan telah memprakarsai sebuah kampanye hak kesehatan seksual dan reproduksi berbasis Islam di pondok pesantren, melalui Institut Fahmina di Cirebon, Jawa Barat.

Dilansir dari beberapa sumber, pada tahun 1993 Kyai Husein bersentuhan dengan isu gender, berkat program NU untuk meningkatkan kualitas pesantren dan masyarakat, sebuah inisiatif dari pemimpin besar organisasi beranggotakan sekitar 30 juta orang itu, sekaligus mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, lho.

Nah, inilah beberapa hal yang membuatmu harus mengetahui sosok Kyai Husein ini.

1. Kyai Feminis

Kyai Husein mengatakan ia nggak terlahir dengan pemahaman mengenai kesetaraan gender, bahkan nggak tumbuh dalam sebuah keluarga yang progresif. “Saya dulu konservatif, dengan pemahaman literal mengenai teks-teks agama. Saya dulu berpikir bahwa teks-teks tersebut selalu benar adanya, dan bahwa kekurangannya ada di masyarakat,” ujar Kyai Husein, 66, dalam sebuah wawancara di salah satu media massa nasional,

Lulus dari Universitas Al Azhar di Kairo pada 1983, Kyai Husein kemudian diminta mengelola pondok pesantren keluarganya, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia. Sekolah tersebut memiliki sekitar 500 santri, dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas, Beauty.

Akhirnya, pada tahun 1993 Kyai Husein bersentuhan dengan isu gender, hal ini bisa makin jelas karena adanya program NU untuk meningkatkan kualitas pesantren dan masyarakat, sebuah inisiatif dari pemimpin besar organisasi beranggotakan sekitar 30 juta orang itu, sekaligus mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid.

2. Cerita dari awal memprakarsai feminisme

Pada tahun 1980-an, Gus Dur membuat serangkaian program untuk pesantren, salah satunya kontekstualisasi dari buku-buku referensi dan pendirian kelompok-kelompok belajar sebagai sarana diskusi mengenai interpretasi teks-teks agama, teologi, dan juga studi gender.

Kyai Husein sendiri mengatakan bahwa pada awalnya ia resistan terhadap ide-ide kesetaraan gender, namun kemudian menyadari bahwa meskipun pria dan wanita memiliki perbedaan secara biologis, nggak terdapat banyak perbedaan dalam aspek lainnya.

Teks utama baginya yang masih problematik, karena bersifat diskriminatif terhadap wanita adalah Surah Annisa (yang berarti wanita dalam bahasa Arab) Ayat 34 di dalam Alquran, dan salah satu hadis dari Bukhari-Muslim.

Kedua teks tersebut, bagi Husein sebagai menempatkan perempuan sebagai subordinat pria, dan menganggap pria memiliki derajat yang lebih tinggi. Hadis tersebut bahkan mengatakan bahwa sumber dari keresahan sosial dalam masyarakat adalah wanita, termasuk kepercayaan bahwa Adam jatuh dari surga akibat Hawa.

3. Karya yang abadi

Kyai Husein pun lebih banyak menulis mengenai isu-isu gender dan menyampaikan kepercayaannya melalui ceramah-ceramahnya. Ia juga mendirikan atau ikut mendirikan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berfokus pada isu-isu perempuan: Puan Amal Hayati, Rahimah, dan Fahmina.

Pada tahun 2001, ia menerbitkan sebuah buku yang mendobrak berjudul Fiqih Perempuan, yang membedah isu-isu wanita menurut yurisdiksi Islam. Banyak dari pandangannya bertentangan dengan ajaran Islam pada umumnya, bahkan hingga kini. Beberapa di antaranya menentang pernikahan muda, juga menyatakan bahwa perempuan dapat menikahkan dirinya sendiri tanpa keberadaan wali dan bahwa wanita boleh menjadi imam, atau pemimpin salat.

4. Melawan militansi

Pada tahun 2006, Fahmina dikepung oleh 50 orang yang marah, menuduh Kyai Husein sebagai agen asing dan antek Yahudi. Saat itu, perdebatan mengenai RUU Pornografi sedang marak dibicarakan, dan Kyai Husein menentang RUU tersebut.

Interpretasi religius menjadi semakin mengkhawatirkan karena semakin literal dan tidak relevan, padahal seharusnya interpretasi itu bersifat kontekstual, lanjutnya.

Kyai Husein akhirnya merasa senang dengan pertumbuhan Fahmina, meski sering kali menghadapi kesulitan finansial. Dari isu gender, ruang lingkupnya kini telah diperluas untuk memberdayakan masyarakat, seperti nelayan, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, pekerja migran, dan pengemudi becak, demi memperjuangkan hak-hak mereka.

Fahmina juga telah membangun Institute for Islamic Studies (ISIF), yang saat ini memiliki 300 siswa, semuanya didukung oleh beasiswa karena mereka berasal dari golongan ekonomi tidak mampu.

Nah, jadi itulah sosok yang sangat hebat dan harus kamu ketahui sebab ialah tokoh dalam Islam yang gencar peduli akan feminisme dan isu kesetaraan gender.