Menu

Perjuangan Konvensi ILO 190: Say No To Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja!

14 Oktober 2021 19:50 WIB
Perjuangan Konvensi ILO 190: Say No To Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja!

Para narasumber di sesi talkshow tentang Pekerja Muda Bicara; Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, Kamis (14/10/2021). (Riana/HerStory)

Lalu, sambung Lusiani, konvensi juga bicara soal penegakkan hukum dan pemulihan bagi si korban tadi. Dan menurutnya, hal ini yang masih sangat-sangat kurang diperhatikan.

“Nah ini yang saya rasa masih sangat kurang, terutama penegakkan hukumnya. Banyak sekali kasus-kasus kekerasan atau pelecehan itu gak diapa-apain. Yang akhirnya banyak org yang bilang fenomena gunung es, yang muncul itu biasanya yang kecil, nah ya itu tadi penyebabnya. Udah muncul, masih juga dicemooh. Dibilang kok baru melapor sekarang lah, kemaren kemana aja? Nah itu juga bikin korban enggan melapor. Karena dia bukan cuma ngerasain trauma, eh dia masih dihujat juga. Ini juga yang harus dipikirkan bahwa gak ada laporan bukan berarti gak ada persoalan. Karena memang gak ada akses. Itu sering banget terjadi. Jadi memang konvensi ini menekankan harus ada penegakkan hukum yang sistem atau mekanismenya untuk pelaporan termasuk penanganannya harus disediakan,” beber Lusiani.

Yang disarankan lagi, kata Lusiani, menariknya jika ada kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja, dalam konvensi ini kasus tersebut gak cuma akan dibawa lewat jalur pidana aja, tapi juga lewat jalur perburuhan.

“Sebenarnya, banyak negara gak punya jalur perburuhan untuk menyelesaikan kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja, akhirnya itu dibawa ke ranah pidana. Dan kita tahu kalau udah masuk ke ranah pidana, ya itu tadi, kerahasiaan korban gak terjamin, justru dia malah makin dihujat. Dan bahkan bagi pengusaha sebenernya jika punya jalur perburuhan untuk menyelesaikan kasus di perusahaannya mungkin itu jauh lebih baik, karena kasusnya dia bisa selesaikan sesuai dengan kondisi di perusahaannya tapi memuaskan untuk korban dan juga mungkin pelakunya bisa dihukum secara pantas, sesuai tindakannya dia, berat atau ringan,” papar Lusiani.

Di kesempatan yang sama, Vivi Widyawati, selaku perwakilan dari Perempuan Mahardhika, mengatakan, dengan adanya konvensi ini, pihaknya ingin memperjuangkan suatu sistem kerja yang gak eksplotitatif.

“Kalau kita ngomongin pekerja kan macem-macem ya, ada target, gaji, jam kerja sampai malam. Itu menurut saya eksploitatif. Dimana kita diminta bekerja sebanyak-banyaknya, tapi upah kita kecil. Ada malah yang gak dibayar. Nah sistem kerja yang eksplotitatif ini juga bentuk kekerasan. Dia bisa berdampak kekerasan fisik, psikologis, mental, dsb,” tutur Vivi.

Menurut Vivi, dengan masih banyaknya kekerasan, pelecehan, dan bahkan diskriminasi di tempat kerja, maka berarti ada yang salah dalam hal perlindungan buruh.

“Berarti ada juga sesuatu yang harus diperbaiki juga, menurut saya ini yang sedang dilakukan teman-teman serikat buruh dan teman-teman organisasi semacam Konde, Sindikasi, dll, itu menginginkan ada sistem yang berpihak, melindungi sepenuh-penuhnya buruh tanpa syarat tanpa memandang gender, dan sistem kerja yang bebas dari segala macam bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminatif. Itu yang menjadi roh atau spirit perjuangan kita semua,” tandas Vivi.

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Halaman:

Artikel Pilihan