Menu

Komnas Perempuan Soroti Mirisnya Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

07 Desember 2021 17:00 WIB

Ilustrasi korban kekerasan seksual (Pinterest/Edited by Herstory)

HerStory, Medan —

Kasus kekerasan seksual masih menjadi persoalan penting di Indonesia. Apalagi, belum lama ini masyarakat digemparkan dengan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswa di Mojokerto, NWR, oleh kekasihnya, Randu Bagus Hari Sasingko.

Kasus kekerasan dalam pacaran masuk ke dalam tiga besar kasus yang paling banyak dilaporkan ke Komnas Perempuan. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentiriyani, menyebut bahwa kasus yang menimpa NMR menjadi pembelajaran berharga.

Kasus tersebut membuktikan bahwa penangan kasus kekerasan seksual masih sangat miris di Indonesia. Apalagi, posisi perempuan sebagai korban masih kerap dirugikan.

"Bukan saja karena kasusnya semakin banyak dilaporkan dan semakin kompleks, tapi juga memang daya penanganan untuk kasus kekerasan seksual secara prosesnya terhadap perempuan sebetulnya sangat terbatas dan rapuh," kata Andy dalam konferensi pers virtual, Senin (6/12/2021), dilansir dari Suara.com.

Menurut Andy, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak terlaporkan. Kalaupun sampai dilaporkan, kemungkinan tidak tertangani dengan baik lantaran banyaknya kasus serupa.

Terkait kasus kekerasan serupa, Komnas Perempuan telah mendapatkan laporan sekitar 4.500 kasus selama 2021, hingga Oktober lalu. Atau sekitar 400-500 kasus per bulan.

Andy mengungkapkan, laporan kasus kekerasan dalam pacaran itu datang dari berbagai macam latar belakang korban. Dari mulai pelajar, mahasiswa, hingga pekerja dengan jenis kasus yang juga beragam.

"Laporan yang diterima Komnas Perempuan juga lembaga pendamping, kasus kekerasan dalam pacaran ini sebetulnya hampir selalu nomor 3 terbanyak dari kasus kekerasan di ruang privat," ucapnya.

Sementara itu, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, dari 2015-2020, kekerasan terhadap perempuan secara umum ada sekitar 12.000 kasus yang dilaporkan dari berbagai penyedia layanan di 34 provinsi ke Komnas Perempuan. Andy menyebut, 20 persen dari total kasus tersebut termasuk kekerasan dalam pacaran.

Sayangnya, penanganan kasus kekerasan dalam pacaran seringkali mengakibatkan kebuntuan dalam proses hukum. Karena relasi pacaran membuat korban disalahkan karena dinilai ada unsur suka sama suka.

"Dalam kasus aborsi seperti kasus NWR seringkali korban dikriminalkan, sementara laki-laki melenggang pergi saja karena tidak terjerat oleh hukum," katanya.

Oleh sebab itu, Andy menekankan pentingnya segera disahkan RUU terkait kasus kekerasan seksual agar setiap korban kekerasan, tidak hanya perempuan, bisa mendapatkan haknya.

"Pengesahan RUU tindak pidana kekerasan seksual ini salah satu kunci yang sangat penting. Mengingat bahwa dalam RUU, selain upaya untuk memutus impunitas dari pelaku, tapi juga penekanan yang sangat besar pada upaya pemulihan korban yang saat ini kapasitasnya betul-betul terbatas," pungkasnya.

Lihat Sumber Artikel di Suara.com

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama HerStory dengan Suara.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel yang tayang di website ini menjadi tanggung jawab HerStory.