Menu

SSGI 2022: 57,91 persen Anak Usia Dini Tinggal di Rumah Tak Layak Huni, Ini Dampaknya Bagi Pertumbuhan Si Kecil..

25 Agustus 2023 10:55 WIB

Balita Sedang Tidur ((Unsplash/Edited by Zenzhong liu)

HerStory, Jakarta —

Dalam masa pertumbuhannya, anak-anak harus berada di lingkungan yang layak, baik itu tempat tinggalnya maupun pola asuh orangtuanya. Namun sayangnya, hingga kini masih banyak anak-anak yang tinggal di rumah tak layak huni sehingga memengaruhi tumbuh kembangnya. 

Setidaknya 7,48 persen anak tinggal bersama orangtua tunggal dan 1,69 persen anak tak tinggal bersama orangtuanya. Lalu, 16,4 persen anak belum memiliki akta kelahiran, tingginya angka perkawinan anak (8 persen) dan 3,73 balita mendapatkan pengasuhan tak layak.

Data Susenas (2018) ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy. 

Bahkan parahnya, menurut data Statistik Pemuda Indonesia (2022), 2,26 persen pemuda melakukan perkawinan di bawah umur 16 tahun (perkawinan anak). Adapun satu dari empat pemuda merokok sehingga meningkatnya angka perceraian 15 persen (2021-2022) dengan penyebab utama (64 persen) perselisihan dan pertengkaran, penggunaan narkoba serta ekspos pornografi. 

Perlu diketahui, 10 persen pemuda hanya tamat perguruan tinggi. Sementara 33,05 persen pemuda masih bekerja dengan peghasilan kurang dari 2/3 median upah.

Muhadjir mengatakan, keluarga juga menghadapi berbagai tantangan di era saat ini. Antara lain, perubahan struktur keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga inti (nuclear family). 

Selain itu, perubahan peran gender misalnya rumah tangga dikepalai oleh wanita dan pekerja wanita. Keluarga juga dihadapkan pada meningkatnya biaya hidup dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi,” ungkap Muhadjir, dikutip HerStory dari acara virtual, di Youtube Channel @BKKBN Official, Jumat (25/8/2023). 

Menurut Muhadjir, ketidakseimbangan pekerjaan meningkatkan konflik hingga stres rumah tangga sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. 

Serta dampak teknologi informasi dalam keluarga yaitu kurangnya “time togetherness”, kecanduan gadget ataugawai, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya individualism,” ucapnya. 

Sebab, si kecil dibesarkan oleh keadaan rumah tinggal tak layak akibat kemiskinan yang berdampak pada pola asuh. Anak-anak tinggal di lingkungan tak layak huni, lebh berpotensi mengalami masalah kesehatan fisik. 

Jika rumah dalam keadaan tak layak huni, seperti dipenuhi hama hingga ventilasi buruk, berpotensi meningkatkan risiko diare, demam berdarah, penyakit pernapasan, gangguan kulit dan sebagainya. 

Belum lagi kondisi mental orangtua yang gak stabil, menyebabkan anak tumbuh dengan perilaku buruk karena kurangnya pola asuh baik. Lingkungan rumah yang tak dipenuhi dengan cinta, dukungan emosional dan kesempatan belajar membuat anak tumbuh terbatas, yang berdampak pada kemiskinan struktural.

Sebagaimana mengutip dari Kiddy 123, lingkungan negatif dikaitkan dengan perkembangan bahasa yang buruk, masalah perilaku, agresi, kecemasan, dan depresi. Dalam jangka panjang, ini berdampak pada prospek pendidikan dan pekerjaan anak sebagai orang dewasa.

Share Artikel:

Oleh: Ummu Hani

Artikel Pilihan