Menu

Mengenal Kekayaan Budaya Indonesia, Generasi Terakhir Tusuk Konde Patri Tiup

14 Desember 2021 21:45 WIB

Pengrajin Tusuk Konde Patri Tiup, Bardian, saat melakukan “byar pyat” (Instagram/indonesiaroyalenfield)

HerStory, Medan —

Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya dan peninggalan. Di era modern kini, banyak budaya yang mulai ditinggalkan hingga dikhawatirkan akan lenyap.

Salah satu budaya yang kini berada di ujung tanduk adalah tusuk konde patri tiup. Konde merupakan hiasan sanggul yang biasa digunakan oleh wanita adat Jawa.

Sayangnya, penggunaannya kini kian menipis. Bahkan pengrajin tusuk konde patri tiup hanya tersisa seorang saja.

Tusuk konde patri tiup dibuat secara tradisional oleh pengrajin. Melalui penelusuran yang dilakukan oleh Bonfilio Yosafat, pendiri Nusantara Documentary, bersama Royal Enfield diketahui lebih dalam mengenai peninggalan budaya Jawa ini. 

Bonfilio Yosafat menemui pengrajin terakhir tusuk konde patri tiup di Kotagede, Yogyakarta, Bardian. Pengalaman baru mengenal konde tradisional ini dikemas dalam sebuah film dokumenter.

“Jadi pembuatan tusuk konde ini menggunakan metode patri tiup. Metode patri sendiri ada gembosan, ada tiup. Nah patri tiup ini adalah cara pertama, ini warisan leluhur yang pertama (dalam pembuatan tusuk konde),” ungkap Bonfilio Yosafat dalam jumpa pers Pemutaran Video Dokumenter "Generasi Terakhir Pengrajin Tusuk Konde Patri Tiup" yang digelar secara virtual, Selasa (14/12/2021).

Tusuk konde ini dibuat dengan cara meniup “plong” yang kemudian mengeluarkan api. Api tersebut digunakan untuk membakar lembaran kuningan yang sudah dicetak.

Dibutuhkan teknik khusus untuk mengatur kobaran api yang dihasilkan sehingga mampu memadatkan kuningan menjadi tusuk konde. Sebagai pengrajin, Bardian menyebutnya sebagai teknik “byar pet”.

“Jadi menurut Pak Bardian, byar pet itu adalah teknik mengolah nafas saat meniup plong dalam proses pembuatan tusuk konde tersebut,” jelas Bonfilio.

Pengrajin harus memperhatikan jeda saat meniupkan api untuk memanasi lembaran kuningan tersebut. Teknik itu dilakukan agar api tak terus menerus membakar kuningan yang kemudian dihasilkan tusuk konde yang indah.

Pembuatan tusuk konde ini dilakukan secara manual dan memakan waktu lama, lima tusuk konde dihasilkan dalam waktu dua hari. Sayangnya, peminatnya sudah tak lagi ramai lagi sebab sedikitnya penggunaan tusuk konde di era sekarang.

Tak ingin warisan budaya tersebut punah, Nusantara Documentary dan Royal Enfield ingin menyuarakan soal keberadaan tusuk konde patri tiup. Momen ini digaungkan sejalan dengan kampanye #LeaveEveryPlaceBetter yang mana mengajak pengendara Royal Enfield untuk berkendara secara bertanggung jawab.

Artikel Pilihan