Menu

Mesti Disetop! Ini Lho Bahaya Helikopter Parenting, Pola Asuh yang Suka Atur Keinginan dan Kebutuhan Anak

01 Maret 2022 07:55 WIB

Ilustration of Helicopter Parenting (FOX23/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Memang benar pilihan orangtua mungkin saja yang terbaik. Tapi, apabila kamu suka mengatur kebutuhan dan kehidupan mereka bahkan sebelum berdiskusi dengannya, itu termasuk pola asuh yang toksik lho.

Tindakan itu bisa jadi tanda-tanda dari helicopter parenting. Dikutip dari Ruang Guru, helicopter parenting merupakan gaya mengasuh dengan orangtua yang terlalu fokus terhadap anaknya. Mereka terlalu mengatur atau ikut campur terhadap pengalaman anak, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan dan kegagalan anak.

Istilah itu pertama kali digunakan oleh dr. Haim Ginott dalam buku berjudul Parents & Teenagers.

Seorang psikolog asal Texas, Amerika Serikat, Dr. Ann Dunnewold Ph.D, juga menyebutkan kalau helicopter parenting sebagai overparenting. Artinya, orangtua terlibat dalam kehidupan anak-anaknya, namun dengan cara yang berlebihan. Seperti terlalu mengontrol, terlalu melindungi, dan selalu menuntut anak untuk sempurna.

Perlu diingat, bahwa helicopter parenting tak hanya berlaku untuk orang tua yang memiliki anak kecil, melainkan juga yang telah memiliki anak remaja atau bahkan dewasa.

Ciri-Ciri Helicopter Parenting

1. Pada tahap balita: Selalu menjaga ketat anak saat bermain

Pada tahap balita, helicopter parenting mulai terlihat saat orangtua terlalu ketat menjaga anak saat bermain. Orangtua tak membiarkan anak disentuh orang lain, tak membiarkan anak bermain sesuatu yang baru, terlalu takut anak terluka saat bermain, mengarahkan perilaku anak, dan tak membiarkan anak punya waktu sendiri.

2. Pada usia sekolah hingga kuliah: Membuat keputusan untuk anak

Pada tahap ini, helicopter parenting biasanya berinisiatif untuk membuat keputusan bagi hidup anak tanpa mempertimbangkan pendapat anak.

Misalnya, mendaftarkan anak kursus atau kegiatan yang belum tentu sesuai dengan minat anak. Selain itu, perilaku helicopter parenting juga terlihat jika orangtua mulai mengatur dengan siapa anak boleh berteman hingga mengatur kegiatan anak.

3. Sangat peduli pada bidang akademik anak

Sebagian besar helicopter parent menaruh perhatian lebih pada bidang akademik anak. Misalnya, anak harus selalu berada di ranking pertama dan orang tua akan protes kepada guru jika anak mendapat nilai jelek.

Jika anak sudah terbiasa dengan gaya helicopter parenting sejak kecil, anak menjadi tak memiliki kuasa untuk membuat keputusan sendiri dan melawan keputusan orangtua. Sehingga, sebagian besar pilihan anak dibuat oleh orangtua.

Pola seperti itu bisa terus berlanjut di usia dewasa, pada bidang pekerjaan hingga pasangan hidup anak.

Dampak Helicopter Parenting Bagi Anak

1. Kurang percaya diri

Helicopter parenting biasanya diawali dengan tujuan yang baik, namun akhirnya bisa berdampak buruk bagi anak. Anak yang dibesarkan dengan helicopter parent berpotensi memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah karena tak terbiasa membuat keputusan sendiri. Anak juga bisa merasa orangtuanya tak percaya pada diri mereka.

2. Tak punya kemampuan untuk menghadapi masalah

Kemampuan anak dalam menghadapi masalah juga tak berkembang karena selalu ada orang tua yang memastikan segalanya baik-baik saja. Kehidupannya juga selalu bebas dari masalah dan kegagalan, sehingga anak tak tahu bagaimana cara menghadapi kesedihan ataupun kegagalan dalam hidupnya.

3. Anak memiliki tingkat kecemasan dan depresi tinggi

Penelitian dari University of Mary Washington menunjukkan bahwa anak-anak dengan helicopter parenting ternyata memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi.

4. Kemampuan dasar anak berkurang

Kemampuan dasar anak untuk melakukan hal-hal dasar sehari-hari pun menjadi berkurang karena sudah terbiasa diurus oleh orangtua, seperti mengemas barangnya sendiri.

5. Anak tak terbiasa dalam menghadapi tekanan

Kegagalan, tantangan, dan tekanan adalah hal yang berguna bagi anak agar bisa berkembang dan mempelajari kemampuan baru. Anak harus dibiasakan sejak kecil untuk menghadapi semuanya sendiri agar kekuatan mentalnya terasah sejak dini.

Jika anak terbiasa memiliki orang tua yang mengatur semuanya, anak akan kaget dan menjadi cenderung cepat menyerah saat menemui permasalahan di masa dewasanya kelak.

Lihat Sumber Artikel di Suara.com

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama HerStory dengan Suara.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel yang tayang di website ini menjadi tanggung jawab HerStory.