Illustrasi orangtua sedang memberikan pendidikan seks kepada anak (Freepik/Edited by HerStory)
Tak sedikit kasus pernikahan dini terjadi akibat minimnya edukasi pada anak-anak yang terjerumus seks bebas. Untuk mencegahnya, penting agar pendidikan seks diberikan sejak usia kanak-kanak.
Akan tetapi, banyak orangtua yang menilai bahwa edukasi seks pada anak terlalu berlebihan dan bahkan tabu. Tak jarang, orangtua memilih diam dan anak akhirnya memilih mencari informasi seks melalui internet maupun teman sebaya, yang belum tentu benar adanya.
Padahal, untuk memulai edukasi pada anak mengenai seks, orangtua harus lebih dulu mengubah perspektifnya. Apa saja caranya untuk mengedukasi anak soal seks? Berikut cara mudahnya dilansir dari laman sindikasi Viva.co.id, Kamis (17/3/2022)
Dijelaskan Psikolog Inez Kristanti, memiliki anak dan berkeluarga itu butuhkesiapan psikologis. Terlebih, sebaiknya direncakan dengan matang. Pasangan yang siap secara psikologis akan membantu mereka jadi orang tua yang baik.
"Pasangan nantinya bisa mendidik dengan benar, lebih bahagia. Setelah menikah, pasangan harus bisa menjadi satu tim dan tidak bersaing," ujar Psikolog Inez Kristanti, dalam dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9)- KPCPEN, baru-baru ini.
Psikologi Inez Kristanti menegaskan bahwa seks bukan selalu terkait dengan intercourse atau hubungan intim. Spektrum penjelasan seks sebenarnya lebih luas dan harus dipahami orang tua.
"Itu terkait relasi dengan tubuh sendiri, menghayati organ-organ tubuh , dan relasi cinta kasih dengan orang lain itu bagian dari sensualitas. Kalau perseptif tersebut bisa dipahami, sebenarnya anak-anak justru perlu diberikan pendidikan itu," ujarnya.
Satu hal yang penting dan kerap diabaikan dalam awal edukasi seks adalah memperkenalkan organ reproduksi. Menurut Inez, banyak orang tua yang nggak memperkenalkan sejak dini ataupun memilih kata ganti penyebutan organ kelamin anak.
"Ketika memperkenalkan organ-organ pada anak itu penting. Organ seksual sering diganti pakai kata lain karena orangtua canggung untuk menyampaikannya. Padahal sebenarnya itu bahasa yang cukup baku, untuk semua penyebutan organ kelamin ya seperti itu," imbuh Inez.
Dengan mengajarkan anak nama organ sesuai kata baku yang berlaku, secara nggak langsung akan membangun kepercyaan anak. Hal itu membuat anak akan melihat orangtua sebagai sosok teman dan sahabat untuk membicarakan banyak hal, termasuk bertanggung jawab menjaga kesehatan organ reproduksinya.
"Kalau kita terlihat malu dan menutupi, pada akhirnya anak enggan bicarakan terkait seksualitas. Kalau ada pertanyaan, nanti dia malah canggung malah nanya ke temen. Sehingga penting bagi orang tua untuk posisikan diri sebagai teman dalam mengenalkan seksualitas pada anak dan bukan sesuatu yang ditabukan tapi perlu dihayati untuk bertanggung jawab," kata Inez menegaskan
Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama HerStory dengan Viva. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel yang tayang di website ini menjadi tanggung jawab HerStory.