Menu

Jangan Pilih-pilih Vaksin! Riset Sebut AstraZeneca dan mRNA Beri Perlindungan Setara terhadap Kejadian Covid-19 Serius

27 April 2022 15:46 WIB

Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K), saat menjadi narasumber di sesi Media Roundtable Efektivitas Vaksin Covid-19 di Gedung Arkadia Green Park, Jakarta Selatan, Rabu (27/4/2022). (Riana/HerStory)

HerStory, Jakarta —

Beauty, ada kabar baik nih terkait vaksin Covid-19! Ya, menurut riset terbaru, vaksin Covid-19 yang paling banyak digunakan di dunia, baik itu berbasis 'vektor virus' seperti AstraZeneca dan vaksin Covid-19 berbasis mRNA, ternyata dapat memberikan perlindungan yang setara terhadap kejadian Covid-19 serius seperti rawat inap (91,3-92,5%) dan kematian akibat Covid-19 (91,4-93,3%), setelah dua dosis pemberian regular.

“Jadi menurut tinjauan para ahli menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca dan vaksin Covid-19 berbasis mRNA yang tersedia dapat memberikan perlindungan tingkat tinggi yang serupa terhadap Covid-19 yang mengancam jiwa. Dari data 79 laporan global terungkap bahwa temuan pertamanya adalah AstraZeneca dan vaksin mRNA menawarkan perlindungan yang setara,” tutur Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K), selaku Dokter Spesialis Paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) saat sesi Media Roundtable Efektivitas Vaksin Covid-19 di Gedung Arkadia Green Park, Jakarta Selatan, Rabu (27/4).

dr. Erlina pun menegaskan bahwa efektivitas dari vaksin Covid-19 ini real, bukan cuma sekedar uji klinis, tapi mengungkap data sebenarnya. Karenanya, ia pun berharap, masyarakat tak lagi ‘pilih-pilih’ jenis vaksin Covid-19.

Menurutnya, setiap vaksin apapun jenis akan memberikan perlindungan terhadap virus. Namun, tingkat respons antibodi di awal yang dihasilkan oleh vaksin dapat bervariasi sehingga bukan merupakan prediktor yang baik tentang efektivitas vaksin dalam mencegah rawat inap atau kematian.

“Cara yang paling efektif untuk mencapai target vaksin booster dengan menggunakan jenis vaksin apapun yang tersedia. Jadi, mau apapun vaksinnya, vaksin terbaik itu vaksin yang tersedia saat Anda mendatangi sentra vaksinasi. Jadi jangan menunda-nunda vaksinasi. Virus gak akan nunggu, dia akan bersikulasi terus,” tegas dr. Erlina.

dr. Erlina juga menuturkan, sama seperti vaksin Covid-19 berbasis mRNA, vaksin viral vector seperti AstraZeneca bisa jadi suatu vaksin yang dapat dipertimbangkan karena efektivitasnya sebanding dan distribusinya juga sempurna.

“Hasil uji klinis mRNA dan viral vector menghasilkan imun yang lebih tinggi daripada satu jenis vector. Dia bisa memberikan perlindungan pencegahan perawatan. Ini memberikan suatu harapan, sehingga bukan hanya melindungin dari infeksi dan melindungi jangan sampai dirawat dan mencegah kematian,” ungkap dr. Erlina.

Lebih lanjut, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu pun menegaskan bahwa tingginya antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi Covid-19 terkadang langsung diartikan sebagai efektivitas dari suatu vaksin.

“Padahal yang kami pahami saat ini, kadar antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi tersebut memang dapat bervariasi, namun kemampuan vaksin-vaksin tersebut ternyata serupa dalam mencegah rawat inap di rumah sakit ataupun kematian akibat Covid-19,” kata dr. Erlina.

“Kemudian, pembentukan antibodi sendiri ada masanya. Jadi kalau sudah 6 bulan itu akan menurun, dibutuhkan booster untuk meningkatkan kembali titer antibody,” sambung dr. Erlina.

Ia pun mengatakan, saat ini di masyarakat sendiri ada miskonsepsi yang berkembang bahwa jika antobodi seseorang rendah, maka orang itu tandanya terinfeksi Covid-19. Anggapan tersebut pun dibantah oleh dr. Erlina.

“Itu salah, karena antibodi adalah bukan predictor terbaik. Yang menyebabkan orang terinfeksi Covid-19 tak hanya dari single factor, tapi ada beberapa faktor. Pertama, karena imunitasnya rendah. Kedua adalah faktor virusnya. Kemudian juga faktor lingkungan, seperti orang itu berada di lingkungan yang memungkinkan dia terekspose virus, jadi antibodi yang ada itu gak kuat dengan serangan. Dan terakhir dari sisi manusia sendiri, mencakup perilaku seperti males pakai masker atau prokes tidak dijalankan,” pungkas dr. Erlina.

Artikel Pilihan