Menu

Pentingnya Pendampingan dan Keberpihakan terhadap Korban Kekerasan Seksual

09 Desember 2021 20:30 WIB

Stop kekerasan seksual pada anak (Focus for Health)

HerStory, Medan —

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah melalui perjalanan panjang hingga mengalami tarik ulur. Bahkan, pada Agustus 2021, RUU ini mengalami perubahan nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam proses pembahasan di Prolegnas Prioritas 2021.

Belum lama ini kabar baik soal RUU ini terdengar. Rapat Badan Legislasi DPR RI menghasilkan kesepakatan bahwa 7 Fraksi DPR RI menyetujui draft RUU TPKS untuk dilanjutkan dalam Paripurna. Fraksi tersebut adalah PDIP, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.

Kendati demikian, Forum Pengada Layanan (FPL) masih ada yang pasal yang seharusnya dipertimbangkan oleh DPR. Oleh karena itu, lembaga yang menangani kasus kekerasan seksual ini mendesak DPR untuk memperhatikan beberapa hal, khususnya soal korban kekerasan seksual dan pendamping korban.

Pendampingan korban sangat penting sebab masih kurangnya keamanan bagi korban maupun pendamping. Padahal, dengan adanya pendampingan terhadap korban kekerasan seksual, mereka dapat membantu korban untuk pulih kembali.

Namun, banyak hambatan yang masih terjadi. Salah satunya seperti yang terjadi di Maluku yang mana pendamping dan korban sama-sama merasakan banyak tantangan untuk mendapatkan perlindungan.

Melsia Huliselan, seorang pendamping dari Gasira Maluku, menjelaskan bahwa untuk mengusut suatu kasus di Maluku membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hal tersebut terjadi karena adanya kendala mulai dari finansial hingga jarak yang jauh.

“Ketika kasusnya sudah dilaporkan, kasusnya memakan waktu berbulan-bulan dengan alasan tertentu. Tidak ada pembiayaan ketika harus merujuk kasus ke Ambon hingga tidak ada biaya untuk membawa berkasnya,” paparnya dalam Konferensi Pers Forum Pengada Layanan, Kamis (9/12/2021).

Ia mengungkapkan bahwa korban harus banyak mengeluarkan uang bahkan sampai menjual barang. Sayangnya, setelah menempuh perjalanan panjang, sering kali kasus berujung mediasi.

Oleh karena itu, ia melihat pentingnya pendampingan korban untuk mencegah hal tersebut. Pendamping korban menjadi jembatan bagi korban untuk menyelesaikan masalahnya.

Selain itu, masalah soal keberpihakan terhadap korban juga masih menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Pasalnya, aparat hukum belum berpihak kepada pernyataan korban.

“Ketika pelaku tidak mengakui kejahatannya, maka korban yang disalahkan,” ungkap Melsia.

Alih-alih berpihak pada korban, Melsia memaparkan bahwa korban kerap diminta untuk melakukan tes kejiwaan. Padahal, bukti pemerkosaan sudah terlihat dari hasil visum.

“Kenapa hanya keterangan pelaku yang didengar? Kenapa keterangan korban, keterangan saksi tidak cukup untuk membuktikan perkara yang dialami? Padahal sudah ada hasil visum yang membuktikan dia diperkosa,” tegasnya.

Pentingnya keberpihakan terhadap korban dan pendampingan menjadi pokok permasalahan yang penting. Oleh karena itu, Forum Pengadaan Layanan mendesak urgensi pembahasan RUU TPKS yang melindungi korban.